Di Tengah Kontroversi Revisi Undang-Undang Desa, Desa Sebagai Harapan Ujung Tombak Peradaban Indonesia

Desa merupakan institusi yang sangat dekat dengan masyarakat, sehingga pemerintah desa memiliki peran penting dalam kemajuan desa dan bangsa indonesia. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Mohammad Hatta “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa”. Tentunya ungkapan tersebut memiliki makna yang mendalam untuk peta jalan pembangunan Indonesia.

Sejak hadirnya Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Tentang Desa, dengan asas rekognisi dan subsidiaritas-nya desa seakan-akan memiliki roh baru terhadap eksistensinya. Semangat UU tersebut juga sejalan dengan Nawacita Presiden RI Joko Widodo yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, salah satunya memperkuat desa-desa di Indonesia. Desa tidak lagi menjadi pelayanan pemerintah supra desa yang hanya bertugas sebagai pelayanan administrasi dan objek pembangunan saja.

Beberapa bulan terakhir, publik diwarnai berita soal tuntutan Revisi UU Desa yang di antaranya memuat soal periodisasi jabatan kepala desa dan juga soal tambahan Dana Desa. Persoalan-persoalan yang dituntut oleh kepala desa tersebut penting, dikarenakan memiliki kelindan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa untuk pelayanan kepentingan masyarakat desa. Akan tetapi selain persoalan tersebut, yang tidak kalah penting adalah menurut (Eko Sutoro et al, 2017) desa masih diwarnai dengan persoalan implementasinya UU Desa yaitu persoalan amputasi kewenangan pemerintah desa oleh pemerintah supra desa. Hal ini kemudian membuat desa tidak memiliki daya dalam melaksanakan pembangunan desa sesuai dengan prakarsa masyarakat desa. Seringkali desa menjadi rebutan pengelolaan dana desa oleh pemerintah supra desa yang pada akhirnya menjadikan dana desa sebagai “Proyek Dana Desa”.

Selain itu, desa juga sedang dihadapkan dengan persoalan penyelewengan dana desa oleh elite desa. Dilansir dari Republika.id, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa data dari KPK RI tahun 2012 sampai dengan 2021 menunjukkan 601 kasus korupsi dana desa di Indonesia dan dari jumlah kasus tersebut telah menjerat 686 kepala desa. Selain itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mendokumentasikan bahwa sejak hadirnya dana desa yang dimulai tahun 2015 juga berimplikasi pada meningkatnya kasus korupsi di desa. Alhasil praktik-praktik ini kemudian menyebabkan banyak desa masih terbelenggu di dalam kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menyebutkan wilayah pedesaan masih menjadi penyumbang angka kemiskinan terbesar yaitu sebesar 12,22 %.

Dari dua persoalan krusial yang telah dipaparkan di atas, kita dapat belajar dari kisah sukses pemerintah desa atau Kalurahan Panggungharjo yang telah mampu hadir untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lainnya yang terjadi di Desa Panggungharjo serta dapat melayani kepentingan masyarakat desa setempat (baca: Hadi, W. A. 2018). Salah satunya adalah menghadirkan kebijakan reformasi birokrasi sebagai prioritas pembangunan, dan juga dengan menghadirkan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya guna melibatkan masyarakat dalam pembangunan, pelayanan, dan pengawasan di desa.

Bagi Wahyudi Anggoro Hadi selaku Lurah Panggungharjo dalam bukunya yang berjudul “Jangan Tinggalkan Desa” menjelaskan bahwa UU Desa memiliki makna pengembalian kedaulatan dan kemandirian desa. Baginya desa adalah masa depan Indonesia bahkan dunia dan desa hanya akan dapat mengoptimalkan kewenangan dan asetnya jika negara memberikan ruang seluas-luasnya kepada desa untuk mengelola seluruh potensi yang ada pada desa.

Melihat potensi, persoalan, peluang, dan contoh keberhasilan yang dilaksanakan pemerintah desa, tentunya desa diharapkan mampu untuk menjadi ujung tombak peradaban bangsa dan negara Indonesia. Selain itu, persoalan-persoalan yang ada pada desa tentunya harus diatasi dan kebijakan-kebijakan yang berdampak baik harus terus dilanjutkan.

Referensi:

Eko, S., Barori, M., Hastowiyono. (2017). Desa Baru Negara Lama. Yogyakarta. Pascasarjana STPMD “APMD”.

Hadi, W. A. (2018). Jangan Tinggalkan Desa. Yogyakarta. Elfira Publishing.

https://www.bps.go.id/id/infographic di akses 5 Februari 2024.

https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230821-kenali-berbagai-modus-korupsi-di-sektor-desa di akses 5 Februari 2024.

https://news.republika.co.id/berita/ritizy430/kpk-sebut-sudah-ada-686-oknum-kades-terjerat-korupsi-dana-desa di akses 5 Februari 2024.

Penulis : Ari Surida

Pekerjaan : Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan

Universitas : Universitas Gadjah Mada